Bima ~ infobima.com ~ Terkesan miris membaca laporan. Saya tersentak dan merenung cukup dalam, kini ternyata para taipan yang selama ini mengeruk dan ngaduk-aduk kekayaan di Tanah Air, tidak pernah sadar atau “ tobat-tobtlah ”, bahwa ada peran aktif masyarakat terhadap kekayaannya itu.
Dirinya mengatakan. Saat dikonfirmasi langsung oleh wartawan, Hal demikian para taipan itu ibarat vampir yang menghisap darah rakyat. Ungkapnya pada hari kamis tanggal (04/09/2025)
Hanya soal sepele, mereka kabur. Berbondong-bondong memindahkan dananya ke luar negeri, dengan dalih rasionalitas pasar. Mereka memproduksi rasa takut yang tidak berdasar, seolah-olah ada khawf. Mengembagkan narasi tentang ketidakpastian politik, ketidakdisiplinan fiskal, dan lainnya.
Lanjut dia, di antara Taipan yang kabur itu, tedeteksi ada pejabat politik juga penguasa bisnis. Mereka masif mengonversi Rupiahnya ke instrumen lain di luar negeri, dan mencari negara-negara _safe haven_ (lokasi aman investasi) dan _tax haven_ ( belastingparadijs alias sorga pajak )
Dan, kali ini banyak bertengger di Dubai dan Abu Dhabi. Mereka pun menggunakan “perusahaan cangkang” untuk membeli properti dan aktivitas investasi lain yang tidak bisa terdeteksi oleh negara asal. Tidak heran, jika ratusan triliun rupiah sudah terbang alias _capital outflow_ ke luar negeri, sehingga memantik rupiah terus menerus nyungsep. Mereka pun bertepuk tangan jika rupiah mendekati angka Rp20.000/US$ karena mengeruk margin yang superjumbo.
Para Taipan itu, lebih banyak bisnisnya berbasis ekstraktif, kekayaan alam. Mulai dari Batubara, Migas, Nikel, Sawit, hingga industri keuangan. Mereka, selama ini telah mendapatkan banyak _privilege_ negara sehingga mudah melakukan aktivitas bisnis di Tanah Air. Mereka telah banyak menikmati manisnya madu Indonesia. Mereka puluhan tahun telah mengeksploitasi alam dan isi perut bumi Indonesia, merusak lingkungan hingga mengakali para buruh dan menipu masyarakat lokal.
Giliran Tanah Air kita ditimpa masalah, mereka manja dan kabur. Jangan-jangan mereka yang kabur itu, bagian dari rezim sedang berkuasa, dan pemerintah hanya tutup mata.
Ataukan bagian rezim dwifungsi oligarki (penguasa politik sekaligus penguasa bisnis)? Atau ada pertanyaan lain, bisa jadi para Taipan yang kabur itu, tidak mendapatkan “kue” dari rezim baru?. Bebernya
Nah, disinilah Pekerjaan Rumah (PR) kita, bagaimana menanamkan nilai-nilai nasionalisme ekonomi ke para Taipan? Apakah, bulsit jika kita bicara nasionalisme dalam dunia bisnis?. Tutupnya Mukhaer Pakkanna. MEBP PP Muhammadiyah (Red/Aryadin)