Pancasila Dalam Perspektif Islam, Sila Kelima
Cari Berita

Iklan 970x90px

Pancasila Dalam Perspektif Islam, Sila Kelima

Sunday, May 23, 2021

Bersama : Dr. H. Hamdan Zoelva, SH.MH.


Media Info Bima Online - Pancasila merupakan warisan yang tiada duanya bagi bangsa indonesia, berdasarkan penelusuran sejarah, pancasila tidaklah lahir secara mendadak begitu saja tahun 1945, melainkan dengan proses yang panjang dan sangat pelik. Dengan didasari perjuangan para pendahulu bangsa dan pengalaman bangsa lain di dunia, lahirnya pancasila memang diilhami oleh gagasan-gagasan besar dunia, namun tetap berakar pada kepribadian dan gagasan besar bangsa indonesia sendiri.

Proses sejarah konseptualisasi pancasila melintasi rangkaian perjalanan yang panjang, dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk mencari sintesis antar ideologi dan gerakan seiring dengan proses penemuan indonesia sebagai kode kebangsaan bersama, proses ini ditandai oleh munculnya berbagai organisasi pergerakan kebangkitan, partai politik dan sumpah pemuda, perumusan konseptualisasi pancasila dimulai pada masa persidangan pertama BPUPKI (Info Bima Online).

Isi dari kelima sila dalam tubuh pancasila sejatinya merupakan cerminan dari ayat ayat yang ada dalam Al-Qur’an. Namun dalam perkembangannya tidak sedikit yang membenturkan pancasila dengan Al-Qur’an, seolah keduanya saling bersebrangan, padahal isi pancasila ada dalam Al-Qur’an.

Disini saya tidak mengatakan bahwa Al-Qur’an datang untuk menguji keislaman pancasila, tidak ada hubunganya, juga pancasila bukan merupakan amalan atau praktik yang telah ayat Al-Qur’an katakan, pancasila adalah dasar dan pandangan hidup bangsa indonesia  sendiri. Sebaliknya, pancasila adalah sebuah keniscayaan dasar ideologi bangsa, dan kita sebagai umat muslim yang tinggal di indonesia yang mempunyai dasar dan pandangan hidup yaitu pancasila harus menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pertama yang harus di aktualkan dengan melibatkan nilai-nilai pancasila di dalamnya yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

Bukankah Al-Qur’an juga membahas hal demikian? kelima kunci dari masing masing sila ini merupakan konteks dan tujuan luhur yang ingin dicapai bangsa indonesia, inilah yang dimaksud mendialogkan teks Al-Qur’an dengan konteks bangsa indonesia, bukan untuk menundukkan Al-Qur’an dibawah bayang-bayang pancasila ataupun sebaliknya.

Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” merupakan sendi tauhid di dalam Islam. Sudah menjadi fitrah manusia secara naluriah memiliki potensi bertuhan dalam bentuk pikir dan zikir dalam rangka mengemban misi sebagai khalifah fil-ardhi, serta keyakinan yang terkadang tidak sanggup untuk dikatakan yaitu kekuatan yang maha segala, sebuah kekuatan di atas kebendaan fana. Hakikat tauhid di dalam Al-Qur’an sangat jelas termaktub dalam surat Al-Ikhlash ayat 1-4,

“Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang kepada-Nya segala sesuatu bergantung. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mencerminkan hubungan antara manusia dengan sesamanya, dalam hal ini ia berkaitan dengan syari’ah, yang mengajarkan pentingnya hubungan antar sesama manusia (as siyasah), yang dalam berbangsa didasari adanya sikap saling menghormati.

Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” mencerminkan ide ukhuwah insaniyah (persaudaraan manusia) Persatuan akan terwujud apabila telah terjadi sikap toleransi yang tinggi antar sesama, sikap saling menghargai dan menghormati. Selain itu, dalam persatuan harus ditarik sifat persamaannya, bukan perbedaan yang hanya akan menimbulkan perselisihan dan pertentangan. Persatuan yang perlu di garisbawahi yaitu sama halnya dengan pluralitas. Dalam hal ini pluralitas berdasarkan apa yang dituntut oleh kemaslahatan rakyat, agar tercapai kesatuan dalam tujuan dan sasaran. Tujuan penting tersebut ialah agar umat seluruhnya berdiri dalam satu barisan di hadapan musuh-musuh.

Sila keempat berisi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, yang sejalan dengan prinsip Islam yaitu Mudzakarah dan Syura. Prinsip syura merupakan dasar dari sistem kenegaraan Islam (karakteristik negara Islam). Uniknya, prinsip syura ada di dalam pancasila. Ini membuktikan bahwa perumusan Pancasila di ambil dalam bentuk musyawarah bersama berbagai kalangan untuk mencapai kesepakatan.

Makna alternatif yang diterangkan oleh para mufassir adalah bahwa Rasulullah saw memerintahkan untuk melakukan musyawarah bukan karena beliau membutuhkan pendapat mereka, melainkan karena ketika beliau menanyakan pendapat mereka, setiap orang akan berusaha berpikir keras untuk merumuskan pendapat yang terbaik dalam pandangan mereka, sehingga sesuai dengan suara hati masing-masing.

Hal ini menandakan bahwa di indonesia yang berprinsip untuk menyelesaikan masalah secara musyawarah karena pendapat dari masing masing orang sangatlah penting, dari situ kita juga dapat belajar untuk memberi pendapat dan menghargai, sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang diberi akal.

Sila kelima berisi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sejalan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Lebih spesifikasi lagi, bahwa keadilan yang dimaksud yaitu dalam pemerataan rizki, berupa zakat, infak dan shadaqah. Dalam prinsip keseimbangan kehidupan ekonomi, Al-Qur’an mencela orang yang sibuk memupuk harta hingga melupakan kematian. Sesuai dengan logika setiap manusia dan rurmus kehidupan, bahwa tak jarang kita mengatakan “mereka punya segalanya, sedangkan saya?”. Pernyataan pernyataan yang seperti itulah yang menyebabkan kesenjangan dalam kehidupan sosial, maka dari itu, diperlukanlah keadilan.

Terakhir sebagai penutup. Islam sebagai agama berprinsip rahmatan lil alamin, ajaran ajarannya sesuai dengan logika manusia, baik segala hal yang berhubungan dengan sains, kehidupan berbangsa dan bernegara, maupun kehidupan bermasyarakat. Intinya, pancasila sebagai kepribadian luhur bangsa indonesia adalah apa yang juga telah diajarkan islam kepada umatnya. (Usman).