Presiden Harus Turun Tangan Akhirnya Kriminilisasi Mafia Peradilan Terbongkar Disinyalir Melalui Putusan Palsu
Cari Berita

Iklan 970x90px

Presiden Harus Turun Tangan Akhirnya Kriminilisasi Mafia Peradilan Terbongkar Disinyalir Melalui Putusan Palsu

Thursday, March 25, 2021

JAKARTA, Media Info Bima Online - Dedikasi dan kinerja Mahkamah Agung dan Jajarannya dalam lima tahun terakhir hingga puncaknya ditorehkan oleh sosok Nurhadi yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Mahkamah Agung, dan sempat melarikan diri karena tersandung kasus suap putusan hukum, yang akhirnya berhasil ditangkap kembali oleh KPK. 


Dengan tertangkapnya Nurhadi publikpun semakin terbanyak. Betapa mirisnya masyarakat luas melihat keberadaan lembaga yang merupakan sebagai benteng terakhirnya peradilan tersebut, ternyata tidak lebih hanya diisi oleh sosok-sosok oknum pejabat bermental korup yang dapat mengatur putusan palsu sesuai pesanan.


Bahkan di acara (ILC TV ONE, 31 Mei 2016 seluruh shareholders hukum Seperti Mahfud MD, Yunus Husein Ka PPATK, Gayus Lumbuun Hakim Agung, Farid Wajdi Juru Bicara Komusi Yudisial, Desmond Junadi Mahesa dan Akbar Faisal Anggota Komisi III DPR RI dan para Ahli Hukum seperti JE Sahetapi, yang sempat menyatakan bahwa Mahkamah Agung RI “Sudah Rubuh” 


Sebenarnya, dampak dari dedikasi dan kinerja Mahkamah Agung dan Jajarannya banyak yang menjadi korban. Menurut Mahfud MD di Acara ILC, Penguasa dan Pengusaha yang sudah menjadi terpidana tinggal mengatur, siapa hakimnya, pasal apa yang mau dibuat, hukumannya bebas atau hukuman yang seminimal mungkin. Sedangkan korban yang mau di kriminilisasi, tinggal di order untuk hukuman seberat mungkin disertai pembunuhan karakter melalui berbagai media.


Berdasarkan data yang dikutip dari penelusuran media online aspirasipublik.com saat ini ada temuan fakta yang menjelaskan terjadinya Kriminilisasi dan Diskriminasi Hukum yang didapat dr. Tunggul P. Sihombing MHA, Labora Sitorus, I Putu Suarjana KAJARI Wamena, Muchtar Efendi, dimana telah ditemukan Putusan/Salinan Putusan Palsu Produk Mafia Hukum di Mahkamah Agung, dengan temuan fakta sbb:

1. Putusan/Salinan Putusan PALSU

Merujuk kasus Dr. Tunggul Sihombing MHA, Labora Sitorus, I Putu Suarjana Sudah dipenjara 5-7 tahun, namun belum menerima putusan / salinan putusan sesuai dengan  Amanat Peraturan Perundang Undangan, yaitu Pasal 200 UU No.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP junto Pasal 50 ayat 2 serta Pasal 52 ayat 2 UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, serta Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA RI) Nomor 01 Tahun 2011.


2.Putusan KASASI Tidak Layak Produk Hakim, Patut Diduga Palsu

Merujuk kasus Dr. Tunggul Sihombing MHA, Labora Sitorus, I Putu Suarjana pertimbangan dan amar putusan copy pastae dari perkara orang lain yang tidak ada hubunfan dengan perkara a quo. Temuan fakta dari kasus LABORA SUTORUS, lebih ektrim lagi. 


Berdasarkan Eksaminasi Komnas HAM Yang Ke Lembagaan, Peran Dan Fungsi Diatur UUD 1945, Menyatakan: “Telah Terjadi Error In Persona, Error In Prosedure, Pelanggaran HAM Berat, Merupakan State Crime “


3. Putusan Kasasi, Menaikkan Hukuman Tidak Sesuai UU KUHAP


Semua korban kriminilisasi pada amar putusan Hukuman nya77 dinaikkan bila dibandingkan dengan PN Menjadi naik 2-7 Kali Lipat.


Merujuk pendapat Hamdan Zulfa Mantan Ketua MK Dan Ahli Hukum Pidana Lainnya serta pasal 253 Ayat (1) Undang–Undang No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. 


Majelis Hakim Agung di tingkat kasasi hanya mempunyai Hak Untuk Menilai: “ apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya”, Bukan Untuk Menaikkan Hukuman. 


4.Putusan Menghukum Tidak Sesuai UUD 1945 


Merujuk kasus dr. Tunggul P. Sihombing MHA, katakan Dia Salah (PADAHAL TIDAK), dia dihukum 26 Tahun penjara, dilain pihak penguasa dan pengusaha seperti SFS Menkes, TYA Dirjen P2PL Depkes RI, Dewan Direksi Bio Farma termasuk Nazaruddin Ex Bendahara Umum Partai  Demokrat dan juga sebagai Pemilik atau  Pimpinan PT. AN sebagai Penyedia Barang/Jasa, sebagai subjek hukum yang sempurna tanpa alasan pemaaf yang dapat melepaskan beban pertanggungjawaban pidana.


Perlakuan Kriminalisasi dan diskriminatif seperti ini tidak sesuai dengan pasal 28 D UUD 1945 Tentang Equal Before The Law dan bahkan juga penegakan hukum dapat dikatakan melindungi atau menghalang–halangi pemberantasan Korupsi, sebagaimana amanat pasal 21 Undang Undang Pemberantasan Korupsi.


5.Alat Bukti Permulaan Untuk Membongkar Keputusan Palsu

Merujuk kasus I Putu Suarjana dan Labora Sitorus berdasarkan alat bukti surat, Yaitu:


•Petikan Putusan Hasil Kasasi Yang Menyatakan, I Putu Suarjana BEBAS.


Dari format surat yang ada, majelis hakim dan panitera pengganti bahkan pejabat struktural yaitu panitera muda membubuhkan tanda tangan. 


Bila dibandingkan salinan putusan selanjutnya tampak dari segi format, isi putusan dan tidak ada tanda tangan maka patut fikatakan adalah PALSU.


•Daftar Ekspirasi Atas Nama Labora Sitorus 

Merujuk daftar Ekspirasi dikeluarkan/ditetapkan LP Kelas I Cipinang Jakarta Timur, tampak pengisian format untuk Putusan Pengadilan Tinggi dan Putusan Kasasi adalah Rekayasa.


6.Pertimbangan Dan Putusan Peninjauan Kembali Produk Abal-Abal


Merujuk pertimbangan dan putusan majelis hakim Agung Untuk Peninjauan Kembali Dengan Ketua Majelis, Dr.HM Syarifuddin, SH., MH; Hakim-Hakim Anggota tdd:   Prof. Dr. Mohamad Askin, SH.Dr. Salman Luthan, SH, MH  Panitera Pengganti Arman Surya Putra, SH, MH dan Panitera Muda Pidana Khusus Suharto, SH, M.Hum. 


Berdasarkan Temuan Fakta Yang Ada dari salinan putusan peninjauan kembali untuk terpidana dr. Tunggul P. Sihombing MHA, Antara lain:


•Berdasarkan situs direktori .mahkamahagung.go.id Nomor 22 PK/PID.SUS/2018, patut dikatakan produk ini tidak mungkin dihasilkan Majelus Hakim Agung Yang Mulia, terutama Dr.HM. Syarifuddin, SH, MH yang saat ini menjadi Ketua Lembaga Mahkamah Agung.


•Berdasarkan SEMA Tahun 2011 bahwa situs direktori mahkamahagung.go.id Nomor 22 PK/PID.SUS/2018, tidak dapat digunakan sebagai Fakta Hukum, dilain pihak Petikan Atau Putusan atau Salinan Putusan sesuai amanat Peraturan dan Undang Undang belum diterima.


BERDASARKAN pemberitaan ini, shareholders hukum seperti Lembaga Komisi Yudisial, Ombudsman, termasuk Badan Pengawas Mahkamah Agung harus turun tangan  melakukan eksaminasi dari berbagai penyimpangan yang ada.

Selain itu, karena besar dugaan adanya pemalsuan produk putusan hukum dari Lembaga Mahkamah Agung, hendaknya Bareskrim Polri dapat pro aktif melakukan Lidik atau Sidik guna membongkar dugaan kasus pemalsuan putusan hukum tersebut, dengan tetap mengacu kepada fakta-fakta yang akurat. (TIM IB).