Bima, NTB ~ infobima.com ~ Skandal reklamasi ilegal mencuat di Desa Laju, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima, yang menyeret nama Kepala Desa setempat, Ismail. Diduga melakukan penimbunan laut menggunakan material hasil pengerukan gunung secara ilegal, serta menjual lahan hasil reklamasi itu dengan memalsukan dokumen kepemilikan.
Aktivitas ini diperparah dengan digunakannya alat berat, milik pribadi untuk mempercepat proses penimbunan.
Investigasi yang dilakukan bersama organisasi masyarakat sipil Laskar Living Law menemukan bahwa Kepala Desa Ismail mengoperasikan alat berat miliknya sendiri, berupa 1 unit ekskavator dan 1 unit dump truck, dalam proses pengerukan material dari bukit di sekitar Desa Laju. Dan mirisnya lagi. Material itu kemudian digunakan untuk menimbun kawasan laut di pesisir desa.
“Alat berat itu bukan disewa, tapi milik pribadi Kepala Desa sendiri. Artinya, seluruh operasi ini sudah dirancang sebagai proyek pribadi yang terorganisir,” ungkap Rimba Negara, juru bicara Laskar Living Law.
Penimbunan laut itu kemudian diklaim sebagai tanah pekarangan melalui dokumen Sporadik Nomor: 592.11/97/IV/2020 yang diterbitkan oleh Ismail sendiri. Dalam dokumen tersebut, kawasan laut yang telah ditimbun diubah statusnya secara sepihak tanpa proses yang sah.
“Ini penipuan negara. Mengubah identitas laut menjadi tanah pekarangan dengan dokumen sporadik, lalu menjualnya kepada warga. Semuanya dilakukan tanpa dasar hukum,” ujar Rimba.
Lebih jauh, Rimba mengungkap bahwa Ismail tidak bekerja sendiri. Rizal Mukhlis, mantan Camat Langgudu yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Bima, diduga terlibat dalam memberikan legitimasi administratif terhadap dokumen yang digunakan dalam jual-beli lahan laut tersebut.
“Ini tindakan kolusif yang melibatkan kekuasaan birokrasi. Kalau dibiarkan, praktek semacam ini akan menjadi preseden buruk dan ancaman bagi wilayah pesisir di seluruh Kabupaten Bima,” tambahnya.
Lanjut dia. Hal tersebut akan dampak dari aktivitas ini sangat merugikan ekosistem laut dan lingkungan sekitar. Penimbunan merusak habitat laut, menutup aliran air, dan berpotensi menimbulkan konflik agraria di kemudian hari.
Laskar Living Law menyatakan akan segera melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum serta kementerian terkait, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ATR/BPN, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan lingkungan dan agraria. Negara harus turun tangan sebelum lebih banyak kerusakan terjadi,” tegas Rimba.
Catatan Redaksi pada Pihak-pihak yang disebut dalam berita ini berhak memberikan hak jawab dan klarifikasi kepada media. Redaksi terbuka menerima tanggapan resmi dalam semangat keberimbangan informasi.
Setelah dilakukan konfirmasi Kepada Kepala Desa laju bapak Ismail. Bungkam menanggapi pertanyaan padahal sudah contreng biru berarti dibaca.
Kemudian. Rizal Mukhlis belum memberikan pernyataan resmi meski telah dihubungi untuk . Hak jawab tetap terbuka sebagai bagian dari prinsip keberimbangan informasi( Red/Aryadin )