Sejumlah pihak, termasuk pemerhati kesehatan dan akademisi. Menyayangkan sikap defensif yang terkesan menghindari tanggung jawab moral dan etik terhadap tragedi yang menimpa anak berusia 18 bulan itu. Ungkap Much Guntur Sabdain
Sungguh miris dan diluar nalar dalam pernyataannya, kuasa hukum Puskesmas Bolo menyebut bahwa tenaga medis telah bekerja sesuai standar. Namun, hal ini justru menimbulkan tanda tanya besar.
Jika semua prosedur dijalankan dengan standar, mengapa hasil akhirnya adalah amputasi tangan pasien balita? Fakta bahwa Arumi kehilangan tangannya seharusnya menjadi bahan refleksi, bukan pembelaan diri. Bebernya
Dugaan malpraktik bukan sekadar tuduhan, tetapi didasarkan pada runtutan kronologis dan kondisi pasien yang memburuk setelah penanganan awal di Puskesmas Bolo.
Dibalik tragedi menimpa arumi. Menolak istilah malpraktik tanpa membuka hasil audit medis yang transparan, justru memperkuat kesan tertutup dan tidak akuntabel. Ujar dia
Selain itu, pernyataan kuasa hukum yang menyebut 11 tenaga medis telah disidang etik, ironisnya justru memperkuat dugaan adanya pelanggaran, bukan membantahnya. Sidang etik bukan prosedur sembarangan. Ia hanya dilaksanakan jika ada indikasi kuat bahwa standar profesi dilanggar.
Tidak hanya tenaga medis dari Puskesmas Bolo, sidang etik juga melibatkan puluhan tenaga kesehatan dari RSUD Sondosia dan RSUD Bima, kini menunjukkan bahwa masalah sistemik dalam rantai pelayanan kesehatan menjadi titik kritis. Cetusnya
Sayangnya, tidak ada satupun pihak institusional yang menyampaikan permintaan maaf kepada korban atau menyatakan penyesalan atas tragedi ini.
Langkah tegas sikap ini menimbulkan kekhawatiran publik, bahwa institusi kesehatan lebih sibuk menjaga citra daripada mendorong evaluasi dan perbaikan mutu pelayanan. Tutur Much Guntur Sabdain
Sementara itu, berbagai elemen masyarakat sipil, termasuk aktivis kesehatan dan perlindungan anak, mendesak Dinas Kesehatan Kabupaten Bima dan Puskesmas Bolo untuk membuka data medis secara objektif serta menghadirkan tim independen dalam investigasi lanjutan.
Arumi bukan sekadar nama dalam berita, tapi simbol gagalnya sistem perlindungan pasien di daerah. Dan membantah tanpa introspeksi hanya akan menambah luka sosial yang lebih dalam. Pungkasnya.(Red/Aryadin)