Dompu, Info Bima - Aneh, Pengadilan Negeri (PN) Dompu memvonis bebas terdakwa pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur pada sidang putusan, 8 Juli 2025 lalu.
Keputusan ini mengundang reaksi pihak keluarga korban, hingga menggelar aksi unjuk rasa di depan PN Dompu pada, Rabu 16 Juli 2025.
Mereka menolak hasil keputusan itu lantaran kecewa, terdakwa pelecehan terhadap anak mereka yang baru berusia 7 tahun bisa lolos dalam putusan pengadilan tanpa sarat.
Aksi unjuk rasa yang dipimpin oleh koodinator Abi Proletariat itu juga menjadi perhatian, sebab dikatakannya bahwa, dalam proses persidangan kasus ini berlangsung, pihak keluarga korban hanya diberitahu oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) satu kali saja, padahal pelaksanaan sidang sampai 15 kali dilakukan.
"Kami menduga ini permainan dilakukan oleh JPU, sebab pemanggilan sidang untuk keluarga korban hanya satu kali, yaitu pada sidang pertama pembacaan tuntutan saja, setelah itu JPU tidak pernah lagi mengabarkan pihak keluarga korban hingga sampai sidang putusan yang menyatakan jika terdakwa bebas tanpa persyaratan" Ujar Abi saat dikonfirmasi media ini.
Dijelaskan, dalam putusan sidang, hakim memberikan vonis bebas terhadap terdakwa karena alasan kekurangan alat bukti dari korban, padahal dari keterangan pihak keluarga korban melalui pernyataan Abi Proletariat, jika mereka sudah memenuhi semua alat bukti itu seperti, hasil visum dari RSUD dan keterangan saksi-saksi sebagai alat bukti pendukung.
"Alat buktinya sudak lengkap, pakai logika saja, kalau seandainya dari awal kasus ini kekurangan alat bukti, tidak mungkin kasusnya bisa naik sampai ke persidangan" Ucapnya.
Dikisahkan, jika peristiwa pelecehan itu terjadi pada Kamis 12 September 2024. Kejadian itu berlangsung di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Manggelewa. Digadang-gadang ada hubungan emosional yang erat antara pelaku pecahan dengan pemilik ponpes tersebut, dan hal ini sedang diupayakan untuk dikonfirmasi oleh media ini.
Aksi unjuk rasa masyarakat dan pemuda yang tergabung dalam Persatuan Pemuda Pelopor Revolusi (P3R) itu mengecam keputusan pengadilan itu yang meberikan vonis bebas terhadap terdakwa pelecehan seksual. Massa menilai bahwa keputusan tersebut dinilai bentuk kegagalan aparat penegak hukum dalam melindungi hak keadilan bagi perempuan dan anak.
P3R menyatakan bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti untuk terus menyuarakan kasus ini. Mereka akan terus mengawal proses hukum kasus ini lewat permohonan kasasi yang dilakukan, serta mendorong keterlibatan publik untuk tidak diam terhadap kasus-kasus kekerasan seksual.(Din)