Praktek Sindikat TPPO Menimpa 2 Pekerja Migran Indonesia asal Bima dan Dompu -->
Cari Berita

Iklan 970x90px

Praktek Sindikat TPPO Menimpa 2 Pekerja Migran Indonesia asal Bima dan Dompu

Saturday, September 13, 2025

Viral Migran asal Bima dan Dompu NTB jadi Korban TPPO, minta dipulangkan #bima
https://youtube.com/shorts/-kwRMn1Jl3g?feature=share

Bima ~ infobima.com ~ Dugaan praktek TPPO menimpa terhadap 2 pekerja migran Indonesia asal NTB, Suharni dan Nuraini mengisahkan penderitaan karena di siksa oleh majikannya. 

Dugaan praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali menyeret warga Nusa Tenggara Barat. Dua perempuan berasal dari Kabupaten Bima dan Dompu, diduga dipaksa bekerja di Libya setelah dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi di Turki.

Keduanya adalah Suharni, warga Desa Ntonggu, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima, serta Nuraini, warga Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu.

Mereka direkrut oleh seorang sponsor berinisial RN di wilayah Sila, Bima. Dari Jakarta, pengurusan keberangkatan mereka disebut dikendalikan oleh DP, yang berdomisili di Cibinong, Bogor. Ada pula seorang perekrut lain yang disebut tinggal di Turki dan bertindak sebagai agen.

Suharni dan Nuraini awalnya dijanjikan bekerja di Turki dengan gaji Rp6 juta–Rp7 juta per bulan. Namun, setelah sempat ditampung selama sepekan di sebuah rumah di Cibinong, keduanya diberangkatkan ke Turki pada 22 April 2025. Bukannya ditempatkan di negara tujuan, mereka justru dipaksa terbang lagi ke Libya.

“Kami dipekerjakan secara paksa, berpindah dari satu rumah ke rumah lain. Kami tidak menerima gaji, diperlakukan tidak manusiawi, bahkan kerap mendapat siksaan dan tidak diberi makan,” ungkap Suharni, seperti kesaksiannya yang disampaikan melalui rekaman video berdurasi 1.33 detik, disinyalir dari redaksi Hitvberita com

Di rekaman video itu, ia juga menyebut, banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) perempuan di Libya mengalami depresi akibat perlakuan kasar majikan.

Kerap kali terjadi Kasus ini menambah daftar panjang praktik pengiriman tenaga kerja Indonesia secara nonprosedural yang berujung pada eksploitasi. Suharti dan Nuraini pun berharap ada campur tangan serius dari negara.

“Kami mohon bantuan Presiden, Menteri P2MI, Kapolri, hingga pemerintah daerah NTB,” ujar Suharni.

Kasus yang menimpa Suharni dan Nuraini, memperlihatkan celah besar dalam pengawasan tenaga kerja migran asal daerah. Bahwa modus perekrutan melalui sponsor lokal, lalu diteruskan ke jaringan di Jakarta maupun luar negeri, bukan hal baru. 

Namun disisi lain, menjadi lemah kontrol serta minimnya koordinasi antar instansi membuat praktik serupa terus berulang.

Disisi lain mengingat kesiagaan pihak Team Tiga Pilar kerap kali lolos para oknum diduga pelaku TPPO, karena di NTB termasuk salah satu daerah dengan angka pengiriman pekerja migran nonprosedural cukup tinggi, Hal ini di Iming-iming gaji besar di luar negeri dimanfaatkan sindikat untuk mengelabui calon pekerja, terutama mereka yang berasal dari keluarga ekonomi lemah.

Mirisnya para pejuang devisa negara, mengalami ketiadaan perlindungan yang memadai membuat para korban harus menanggung risiko paling berat. Kini eksploitasi, kekerasan, bahkan ancaman nyawa. 

Maka Negara dituntut tidak sekedar merespons setelah kasus muncul, melainkan memastikan perlindungan sejak proses perekrutan di tingkat desa.

Hingga berita ini dipublikasikan, berharap ada uluran tangan pemerintah pusat maupun pemerintah Daerah Kabupaten Bima dan Dompu agar di pulangkan ke Indonesia.