Segera Tetapkan Eks Bupati Bima dan Mantan Sekda serta eks Kadis Perkim sebagai Tersangka juga Kontraktor, " Jika tidak", Kejati Ntb akan Disomasi -->
Cari Berita

Iklan 970x90px

Segera Tetapkan Eks Bupati Bima dan Mantan Sekda serta eks Kadis Perkim sebagai Tersangka juga Kontraktor, " Jika tidak", Kejati Ntb akan Disomasi

Sunday, September 21, 2025

Bima ~ infobima.com ~  DPW LSM Kipang NTB Budiman SH, meminta Kepala kejati ntb agar kasus mesjid agung yang terletak di sebelah barat kantor bupati Bima tersebut. Guna dibuka kembali, karena masyarakat kabupaten Bima tanda tanya besar penanganan kasus dugaan Korupsi di Kejati Ntb harus transparan menjelaskan sehingga isu Surat Pemberhentian penyelidikan dan penyidikan (SP3) mencuat. 

Disisi lain, sangat berharap adanya suatu perkara dugaan korupsi Proyek pembangunan Mesjid Agung Bima di buka kembali dan harus di publikasikan ke publik. Agar masyarakt tau keberpihakan kejati ntb, menuntaskan kasus yang merugikan uang negara 8 miliar lebih dari hasil pajak rakyat. Ungkap Budiman SH 

Kami selaku lembaga Swadaya masyarakat LSM kipang ntb menduga adanya unsur pidana yang sangat lekat, maka perlu di atensi khusus oleh pihak kejati supaya kasus ini terungkap siapa saja yang terlibat skandal berjamaah ini. 

Lanjut dia. Sekian lama mandek kasus mesjid agung yang melibatkan mantan bupati Bima dan sekarang menjadi wakil gubernur ntb dan pihak kontraktor sama mantan kadis perkim kabupaten Bima yang menganggap diri kebal hukum. Cetus Budiman 

Pertanyaan masyarakat kabupaten hari ini dengan kehadiran bapak kepala kejati ntb di Bima, 'apakah hanya kunjungan kerja'?? Hal demikian kami tegaskan  segera tetapkan tersangka semua pelaku  begal uang negara dalam pembangunan mesjid agung merugikan negara 8 miliar lebih dari temuan BPK NTB.

Apa lagi beberapa tahun lalu pihak pejabat Kejati Ntb yang lama telah melakukan pemeriksaan terhadap kedua orang tersebut, tak lain. Eks Bupati Bima dan eks Kadis Perkim Kabupaten Bima setelah dilimpahkan oleh komisi pemberantasan korupsi KPK 

Jangan sampai kami menuding kepala kejaksaan tinggi provinsi NTB yang Baru menjabat, dengan kehadiran dalam rangka kunjungan kerja (KUNKER) di bima mencari moment Diduga ada unsur lain.

Jika memang tidak serius, maka yakin bahwa kami. Akan mensomasi KEJATI NTB di jakarta, terkait lambatnya penanganan perkara dugaan korupsi Proyek Mesjid Agung Bima, dan segera melakukan penangkapan terhadap kedua oknum tersebut serta wajib dikenakan sangsi pidana biar mereka bisa tidur nyenyak di ruangan hotel predeo. Tegas Budiman SH 

Dpw lsm kipang sangat apresiasi kpd Bpk kejati ntb karna udah mau hadir di wilayah hukum kabupaten Bima pada umumnya 

Semoga dengan kehadiran bapak kejati ntb ini mampu memecahkan persoalan yang dinilai sangat penting untuk di tuntaskan secara prioritas, karna kasus mesjid agung bima yang ada di kecamatan woha kabupaten bima,  mendek karena ulah para oknum yang diduga menjual belikan Hukum mematahkan mata rantai proses. Sehingga para oknum pejabat lama yang terlibat, sekarang ini bebas berkeliaran tanpa ada sansi hukum yang serius. Pungkasnya Budiman SH.

Kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung dilaporkan ke KPK, Juni tahun 2022 lalu. Terlapornya, mantan Bupati Bima, Indah Dhamayanti Putri.

Selain bupati, dua pejabat dan rekanan dilaporkan juga ke KPK. Mantan Sekda Pemkab Bima Taufik HAK, mantan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Bima Taufik ST. M.T (saat ini menjabat Kepala Bappeda Bima). dan Direktur Utama (Dirut) PT Brahmakerta, Adiwira H Yufizar.

Sebagai aikon kabupaten bima, terkait Pembangunan Masjid Agung dengan menggunakan anggaran Rp 78 miliar ini menjadi temuan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB tahun 2022. Menurut hasil audit BPK atas laporan keuangan pemerintah Kabupaten Bima pada 2021, ada tiga temuan penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan daerah senilai Rp 8,4 miliar.

Dengan rincian, penyelesaian pekerjaan terlambat dan belum dikenakan sanksi denda senilai Rp 832.075.708,95; kekurangan volume pekerjaan konstruksi senilai Rp 497.481.748,58; dan kelebihan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) Rp 7.092.727.273,00.

Namun, setelah jaksa melakukan pengecekan data dan meminta keterangan para pihak terkait, mereka menemukan hal yang berbeda. “Itu temuan BPK (potensi kerugian negara Rp 8,4 miliar),” terangnya.