Antara Budaya dan Hak Anak, Joki Cilik Pacuan di Dompu Masih Dipertahankan
Cari Berita

Iklan 970x90px

Antara Budaya dan Hak Anak, Joki Cilik Pacuan di Dompu Masih Dipertahankan

Tuesday, August 2, 2022

 

Kabid Kebudayaan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Dompu, Jainal Afridi, S.Pd, MM


Dompu, Infobima.com - Pergelaran tradisi pacuan kuda di NTB, lebih khusus di Kabupaten Dompu yang menggunakan Joki cilik terkadang dinilai mengabaikan hak tentang perlindungan anak, namun disisi lain bahwa menggunakan joki cilik ini adalah tradisi budaya Daerah yang sulit dirubah.


Dalam tradisi pacuan kuda di Dompu NTB, hak perlindungan bagi anak seakan diabaikan karena mempertahankan tradisi dan budaya (kebiasaan, red) yang lahir sejak dahulu kala. Meski demikian, setidaknya pemerintah harus menyediakan sarana khusus bagi para joki cilik ini, karena mereka harus meninggalkan sekolah dan bahkan nyawa-pun terancam hilang ketika melakoni pergelaran yang ada, tanpa dilengkapi dengan Sefti, "siapa yang bertanggung jawab?".


Kabid Kebudayaan (Disbudpar Dompu) Zainal Afrodi, S. Pd., MM yang ditemui di ruang kerjanya pada Selasa 2 Agustus 2022. Memaparkan, bahwa dalam konteks ini memang ada dua poin yang harus diperhatikan, yakni perlindungan anak dan budaya.


"Pertimbangan kita, bahwa pacuan kuda ini sudah menjadi budaya, ini bicara dalam konteks kebutuhan kita di Bidang Kebudayaan untuk memajukan Budaya. Pada poin lain, ini adalah ruang tambahan pendapatan dari para orang tua joki. Andai kata ini dihapus, artinya akan ada sisi pendapatan orang akan terputus" Ungkapnya.


Mengaca pada sikap yang diambil oleh pemerintah Kabupaten Bima yang sudah mengeluarkan surat himbauan agar penggunaan joki cilik dihentikan, sementara Pemda Dompu sendiri belum ada tindakan yang diambil soal urusan itu.


"Bukan wewenang kami untuk menghentikan pacuan kuda yang menggunakan joki anak ini, tetapi saya akan melanjutkan hasil Komunikasi ini ke tingkat pimpinan dulu" Kata Dae Ferry biasa disapa.


Memeng, dalam konteks tradisi pacuan kuda khususnya di Dompu, menggunakan joki cilik merupakan ciri khas yang ditampilkan, tanpa joki cilik akan hilang unsur budaya dan tradisionalnya.


"Letak keunikannya memang ada pada joki anak yang tidak dimiliki oleh wilayah lain".


"Memang kita ini dilematis, satu sisi kita harus melindungi anak-anak dalam konteks ini, kebutuhan keluarga juga ada sebagian disitu yang tidak bisa kita menafikan, disisi lain juga kami di bagian kebudayaan memikirkan bagaimana pemajuan kebudayaan daerah" Tandanya.


Melihat kondisi ini, Kabid Kebudayaan (Disbudpar Dompu) berencana akan  menemui Ketua Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Kabupaten Dompu untuk berdiskusi dalam mencarikan solusi untuk memecahkan persoalan ini.(D)