Yogyakarta ~ infobima.com ~ Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMAN) menggelar deklarasi dan dialog kebangsaan dengan tema “Menyambut Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran, Kebijakan, Harapan, dan Dukungan Kaum Muda” pada Senin, 27 Oktober 2025, di Canggir Bumi Coffee, Yogyakarta. Kegiatan ini menjadi ruang refleksi terbuka bagi generasi muda dalam menilai arah kebijakan nasional sekaligus memperkuat peran mahasiswa sebagai aktor strategis dalam pembangunan bangsa.
Gunawan Fiantara, Koordinator Wilayah AMAN DIY, menyampaikan bahwa satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming merupakan momentum penting untuk mengevaluasi kinerja secara jujur, kritis, dan konstruktif. Ia membuka dialog dengan mengakui sejumlah pencapaian nyata yang layak diapresiasi dengan tulus.
“Kami mengapresiasi langkah cepat pemerintah dalam menyelesaikan proyek infrastruktur strategis. Jalan, bandara, dan pelabuhan yang kini menyambungkan ujung timur ke barat Indonesia bukan hanya simbol fisik—tapi juga harapan bagi pertumbuhan ekonomi daerah terpencil,” tutur Gunawan.
Ia juga memberi catatan positif terhadap percepatan transformasi digital di sektor pelayanan publik. “Sekarang mahasiswa bisa urus izin penelitian, beasiswa, atau KIP lewat satu aplikasi. Ini terobosan nyata yang mengurangi birokrasi dan korupsi kecil di kampus,” ujarnya.
Gunawan juga menilai positif keberanian pemerintah dalam mereformasi subsidi energi, meskipun kontroversial. “Kebijakan mengalihkan subsidi BBM ke pendidikan dan kesehatan berisiko, tapi berani. Kami hargai keputusan itu—selama eksekusinya transparan dan tepat sasaran,” katanya.
Ia menekankan, “Kami tidak datang untuk menghakimi, tapi untuk mengingatkan: apresiasi harus diikuti keberpihakan nyata kepada generasi muda.” Menurutnya, kinerja pemerintah selama satu tahun sudah cukup mengesankan di bidang fisik dan ekonomi makro, tapi belum sepenuhnya menyentuh dimensi sosial-kebudayaan dan partisipasi politik pemuda.
“Kami apresiasi langkah-langkah di kementerian, tapi jangan lupakan suara di kampus, di basis, dan di pelosok desa. Jangan sebut kebijakan pro-pemuda jika mahasiswa sendiri tidak dilibatkan dalam perancangannya,” tegasnya.
Gunawan menyoroti pentingnya keberlanjutan dari program-program yang ada. “Beasiswa Merdeka sudah bagus, tapi aksesnya masih terbatas pada kampus dan jurusan tertentu. Kami minta diperluas, terutama untuk mahasiswa vokasi dan guru penggerak,” ujarnya.
Akses pendidikan tinggi bagi pelajar dari keluarga prasejahtera juga menjadi sorotan. “Beasiswa itu bagus, tapi seleksinya masih terlalu tekstual. Anak desa yang cerdas tapi minim dokumen digital masih terpinggirkan. Sistem harus lebih ramah, lebih manusiawi,” kritiknya.
Di bidang lingkungan, Gunawan memberi apresiasi atas kebijakan penghentian penebangan hutan primer, tapi menyoroti proyek energi baru yang dinilai belum sepenuhnya hijau. “Kami dukung program energi terbarukan, tapi batu bara masih menyumbang 58% dari energi nasional. Ini kontradiktif. Harus ada roadmap jelas untuk transisi energi,” katanya.
Gunawan kembali menekankan pentingnya kolaborasi. “Kami bukan oposisi abadi, tapi mitra kritis. Apresiasi kami tulus, kritik kami juga tulus,” katanya.
“Satu tahun bukan waktu yang panjang, tapi cukup untuk melihat komitmen. Kami bersyukur banyak kebijakan mulai menyentuh kampus, tapi kami minta: jangan berhenti di sini. Tumbuhkan kebijakan yang tidak hanya pro-growth, tapi juga pro-rakyat, pro-keadilan, dan pro-masa depan,” pesannya.
Dialog kebangsaan yang diikuti oleh perwakilan mahasiswa dari berbagai kampus di DIY ini juga menghasilkan rekomendasi kebijakan yang akan disampaikan kepada lembaga eksekutif dan legislatif, sebagai bentuk kontribusi nyata anak muda dalam tata kelola pemerintahan. Pungkasnya
